A. Ekuitas Merek
1. Pengertian
Ekuitas Merek
Dalam sebuah produk harus memiliki merek
sebagai sebuah alat pembeda dengan produk lainnya. Sebuah merek akan
mengidentifikasikan suatu produk dengan jelas karena dalam merek itu ada hal
yang disebut dengan ekuitas merek (brand
equity), yang merupakan nilai suatu merek yang bersifat intangible.
Mengelola ekuitas merek dapat meningkatkan atribut keunggulan bersaing.
Menurut Darianto dkk (2001:4) ekuitas
merek merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan
suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah produk baik pada perusahaan maupun pada pelanggan.
Menurut Kotler dan Keller (2009:334)
ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai
ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berfikir, merasa dan bertindak
terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki
perusahaan.
Ekuitas Merek menurut Aaker, David A.
Dalam Mahrinasari MS (1997:22) adalah seperangkat aset dan liabillitas merek
yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbol yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan
atau para pelanggan perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset yang dapat
memberikan nilai tersendiri di mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat
membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang
terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa
percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian atas dasar pengalaman
masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan asosiasi dengan berbagai
karakteristik merek.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa ekuitas merek adalah segala kekayaan dalam suatu merek baik nama, symbol,
yang secara keseluruhan memiliki konsep multidimensional, yang terdiri dari
kesadaran merek, kualitas yang dipersepsikan, asosiasi merek, loyalitas merek,
atas nilai tambah terhadap suatu produk sehingga meningkatkan profit perusahaan
dimasa yang akan datang.
Menurut durianto dkk dalam Kartono
(2007:14) ekuitas merek disamping
memberi nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi
perusahaan dalam bentuk :
a.
Ekuitas merek yang kuat
dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau
merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika
merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen
terhadap kualitas merek.
b.
Kesadaran merek,
asosiasi merek, persepsi kualitas, dan aset- aset merek lainnya mampu
menguatkan loyalitas merek, yaitu bisa memberi alasan untuk membeli dan
mempengaruhi kepuasan penggunaan.
c.
Ekuitas merek yang kuat
memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan
harga premium (premium price) dan mengurang ketergantungan pada promosi.
Sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi.
d.
Ekuitas merek yang kuat
dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada
produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya
akan jauh lebih mahal untuk memasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek
tersebut.
e.
Ekuitas merek yang kuat
dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas distribusi.
Produk dengan ekuitas merek yang kuat akan dicari oleh pedagang, karena mereka
yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi
mereka.
f.
Aset-aset ekuitas merek memberikan keuntungan
kompetitif yang seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap para
kompetitor.
2. Elemen-elemen
Ekuitas Merek
Menurut Aaker (1991) dalam Tjiptono
(2005:40) mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek, kedalam lima kategori
: loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek dan aset
merek lainnya. Definisi dan elemen ekuitas merek (brand equity) versi Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005:40) ini
mengintegrasikan diminsi sikap dan perilaku, sementara kebanyakan
operasionalisasi brand equity
cenderung hanya berfokus pada salah satu diatara dimensi persepsi konsumen
(contohnya, brand awareness, brand
association, perceived quality) dan dimensi perilaku konsumen (contohnya,
loyalitas merek, kesediaan untuk membayar harga yang lebih mahal)
(Cobb-Walgren, Dkk. 1995).
a.
Kesadaran merek (Brand Awareness)
Menurut Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005:40),
kesadaan merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali
bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk terentu. Sedangkan
menurut Durianto dkk dalam kartono (2007:15), kesadaran merek merupakan
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu
merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Berdasarkan definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagi bagian
dari suatu kategori produk tertentu.
Peran kesadaran merek dalam ekuitas
merek tergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu
merek (Aaker dalam Kartono, 2007:16). Ada empat tingkatan kesadaran merek.
Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah
sebagai berikut :
1) Unaware Of Brand
(Tidak Menyadari Merek)
Adalah
tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak
menyadari adanya suatu merek.
2) Brand Recognition
(Pengenalan Merek)
Adalah
tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah
dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
3) Brand Recall
(Pengingatan Kembali Terhadap Merek).
Adalah
pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall) karena
berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak dibantu untuk memunculkan merek
tersebut.
4) Top Of Mind
(Puncak Pikiran)
Adalah
merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul
dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama
dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
Peran
kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana
kesadaran merek menciptakan suatu nilai (Durianto dkk, 2004:7). Kesadaran merek
memberikan nilai melalui empat cara, yaitu :
1)
Jangkar Tempat Tautan
Berbagai Asosiasi
Suatu merek yang
kesadarannya tinggi dibenak konsumen akan membantu asosiasi melekat pada merek
tersebut karena daya jelaja merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak
konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek
rendah, maka asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada
merek tersebut.
2) Familier
(Rasa suka)
Jika
kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek
tersebut, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek
tersebut.
3) Subtansi
(Komitmen)
Kesadaran
merek dapat menandakan keberadaan, kometmen, dan inti yang sangat penting bagi
suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu
akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diiklankan secara luas,
eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan distribusi yang luas, dan
merek tersebut dikelola dengan baik.
4) Mempertmbangkan
Merek
Langkah
pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal
dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan
dibeli. Merek dengan top of mind yang
tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak
tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak
konsumen.
b.
Asosiasi Merek (Brand association)
Menurut Aaker dalam Tjiptono (2005:40),
asosiasi merek adalah segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah
merek.
Menurut Simamora dalam Kartono (2007:82),
menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang merek
dalam ingatan. Sedangkan
menurut Durianto dkk dalam Kartono (2007:69), asosiasi merek merupakan segala
kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai
suatu merek.
Berdasarkan definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa asosiasi merek merupakan segala hal atau kesan yang ada
dibenak seseorang yang berkaitan dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya
pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi atau menggunakan suatu merek atau dengan
seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi
jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain.
Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai
bentuk yang bermakna.
Pada umumnya asosiasi merek (terutama
yang membentuk brand image-nya)
menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek
tersebut. Dalam prakteknya didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan
varian dari asosiasi merek yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek,
dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Berbagai nilai
asosiasi merek tersebut, menurut
Simamora dalam Kartono (2007:20) antara lain :
1)
Proses Penyusunan
Informasi
Asosiasi-asosiasi dapat
membantu mengiktisarikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit
diproses dan diakses para pelanggan.
2)
Pembedaan
Suatu asosiasi dapat
memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek
lain.
3)
Alasan Untuk Membeli
Asosiasi merek yang
berhubungan dengan atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat membeli
atau menggunakan merek tersebut.
4)
Menciptakan Sikap Atau
Perasaan Positif
Asosisasi mampu
merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merambat pada merek yang
bersangkutan.
5)
Landasan Untuk
Perluasan
Asosiasi dapat menjadi
dasar perluasan sebuah merek dengan menciptakan kesan kesesuaian antara merek
tersebut dan produk baru perusahaan.
c.
Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Aaker dalam Tjiptono (2005:40),
persepsi kualitas adalah penilaian pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk. Simamora (2001:78) menyatakan bahwa persepsi kualitas
adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain.
Sedangkan menurut Durianto dkk
(2001:96), persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan ара yang
diharapkan oleh pelanggan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi dari pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan harapan
pelanggannya.
Persepsi kualitas mencerminkan perasaan
pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami persepsi
kualita suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan
karakteritik produk. Mengacu kepada pendapat David A. Garvin dalam Durianto dkk
(2001:98), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu :
1) Kinerja, yakni melibatkan berbagai
karakteritik operasional utama.
2)
Pelayanan,
yakni mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.
3)
Ketahanan,
yakni mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
4)
Keandalan,
yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian
ke pembelian berikutnya.
5)
Karakteristik
produk, yakni bagian-bagian tambahan dari produk (feature). Penambahan ini
biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk
terlihat hampir sama.
6)
Kesesuaian
dengan spesifikasi, Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur
(tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan
diuji.
7)
Hasil,
yakni mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi
sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan "hasil akhir"
produk yang baik, maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai
atribut kualitas yang penting.
d.
Loyalitas
Merek (Brand Loyalty)
Menurut Rangkuty (2002:60), loyalitas merek adalah satu
ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Simamora dalam Kartono
(2007:29), menyatakan bahwa loyalitas merek adalah ukuran kedekatan pelanggan
pada sebuah merek. Sedangkan menurut Durianto dkk dalam Kartono (2007:126),
loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan kepada
sebuah merek. Berdasarkan definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek merupakan ukuran kesetiaan,
kedekatan atau keterkaitan pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu
memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek
produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut dihadapi adanya perubahan,
baik menyangkut harga maupun atribut lainnya.
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati
adanya beberapa tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya
menunjukan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat
dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker dalam
Durianto dkk (2004:19), adalah sebagai berikut:
1) Switcher
(Berpindah-Pindah)
Adalah tingkatan loyalitas paling
dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek
yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap
memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian.
Ciri yang paling tampak dari jenis pelanggan іni adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang
membeli merek tersebut.
2) Habitual Buyer (Pembeli Yang Bersifat Kebiasaan)
Adalah pembeli yang tidak mengalami
ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suata merek produk. Tidak ada alasan yang kuat
baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika
peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi pembeli ini
dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.
3) Satisfied Buyer (Pembeli Yang Puas Dengan Biaya Peralihan)
Adalah kategori pembeli yang puas
dengan merek yang dikonsumsi. Namun pembeli ini dapat saja berpindah merek dengan
menanggung biaya peralihan (switching
cost), seperti waktu, biaya atau resiko уаng timbul akibal tindakan
peralihan merek tersebut untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing
perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan
berbagai manfaat sebagai kompensasi.
4) Likes The Brand (Menyukai Merek)
Adalah kategori pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan
simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi
kualitas yang tinggi dan mereka menganggap merek sebagai sahabat.
5) Committed Buyer (Pembeli Yang Berkomiten)
Adalah kategori pembeli yang setia.
Pembeli ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut
bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siара sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah
tindakan pembeli untuk merekomendasikan dan mempromosikan merek yang digunakannya
kepada orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar